Don’t trust too much
Don’t love too much
Don’t hope too much
Because that too much you can hurt so much
Semua berawal dari kelas XI IPA 2. Bukan pertama kalinya sih aku ngeliat dia, cuma emang baru tau di kelas ini. Pertama aku lihat dia di kelas, orangnya biasa aja ah, nothing special hehe. Tampan memang, cuma ya itu aja, gak lebih.
Keesokan harinya, aku baru tau namanya, yaitu Fadlan Bahar. Gak tau kenapa aku suka banget sama namanya hehehe. Dia beda sama-sama cowok-cowok lain di kelas. Kayaknya dia tipe orang yang agak pendiam, dan kayaknya yang lain juga menganggap seperti itu.
Dia juga misterius. Aku mencoba mengenal dia lebih dekat, tapi aku nggak mau terlalu berlebihan. Dia benar-benar beda. Saat jam istirahat, aku jarang banget lihat dia ke kantin (padahal kelas aku ada di sebelah kantin -_-). Dia lebih suka di kelas, kalau nggak belajar, ya baca buku. Dia juga orangnya kritis, aktif dalam berpendapat,dan berpengetahuan luas. Aku ngerasa gugup kalau deket dia, dan ada perasaan yang tiba-tiba sangat sulit untuk digambarkan dengan kata-kata.
Aku terus memikirkan dia, dan mencoba mencari tau, perasaan apa yang sedang berkecamuk dalam hatiku saat ini. Dan akupun segera tau jawabannya. Apalagi kalau bukan perasaan suka? Tapi apa iya cuma sekedar suka? Sepertinya kata itu nggak cukup menggambarkan perasaan ini.
Di balik kemisteriusan dia, ternyata aku baru tau dia orangnya cuek. Dia nggak terlalu dekat sama perempuan. Satu lagi pengetahuanku tentang dia. Dia memiliki pemahaman agama yang kuat. Tapi terkadang aku tersinggung karna kecuekannya dia itu.
Aku bukan tipe perempuan yang terang-terangan menunjukkan perasaanku terhadap seseorang. Paling-paling aku cuma bisa memendamnya. Tapi setelah beberapa bulan duduk di kelas ini, akhirnya aku punya juga teman yang bisa diajak sharing. Yak, siapa lagi kalau bukan Irfan hehe (kalian bisa lihat di posting sebelumnya). Dia sangat mendukung, dia juga suka ngasih saran-saran, dan bahkan dia selalu ada saat aku sedang galau, begitu juga sebaliknya. Nyebelinnya irfan cuma satu. Dia suka ngeledek aku dikelas. Alhasil, anak-anak jadi tau yang sebenarnya -_-
Aku nggak tau apa fadlan menanggapi anak-anak atau enggak. Yang jelas aku ngerasa nggak enak, dan takut dia merasa risih. Sejauh ini sih sikapnya masih biasa-biasa aja. Tapi lama-kelamaan kayaknya dia beneran udah tau perasaan aku yang sebenarnya. Mulai dari sini aku ngerasa ada perubahan sikap dari dia. Kalau lagi dekat ya dekat, tapi sekalinya cuek, parah. Aku ngerasa digantung. Kalu memang dia udah tau perasaan aku kenapa gak mastiin aja, ya kan?
Waktu hari ulang tahunku, aku sangat berharap dia mau ngucapin walaupun cuma lewat sms, karna aku tau dia gak bakal mau ngucapin langsung. Aku terus memandangi handphone, berharap ada sebuah pesan walaupun hanya berisi dua kata yang sangat berarti buatku. Apa dia nggak tau? Tapi irfan bilang kalau dia udah ingetin fadlan berkali-kali. Mungkin aku berharap sesuatu yang berlebihan dan tidak mungkin.
”Sometimes my brain says it’s time to move on, but my heart just doesn’t want to let go.”
Besoknya, aku cerita ke dua sahabatku, irfan dan bella. Akupun nggak kuat menahan air mata. Tapi mereka nggak menganggap aku cengeng, karena mereka tau benar apa yang sedang aku rasakan saat itu. Mereka terus-terusan mensupportku, dan berjanji akan membantuku untuk move on. Begitupun dengan mereka yang juga memang ingin move on.
Lima hari berikutnya, aku terkejut melihat sebuah pesan darinya berisikan ucapan yang aku tunggu-tunggu kemarin. Dia minta maaf karna terlambat ngucapin. Katanya sih lupa, cuma aku nggak peduli. Dia mau ngucapin aja udah suatu keajaiban. Gak usah ditanya gimana perasaan aku. Senangnyaaaaaa bukan main hahaha. Aku yang tadinya udah niat banget mau move on malah gak jadi.
Kira-kira dua minggu sebelum kenaikan kelas, aku memutuskan untuk bilang ke dia tentang perasaan aku yang sebenarnya. Aku udah nggak kuat terus memendam perasaan aku selama kurang lebih 9 bulan ini. Tapi aku bukan mau nembak ya, cuma menyatakan. Aku cuma pengen semuanya jelas dan bikin aku lega juga. Aku memutuskan untuk bilang lewat sms. Dan yang gak aku sangka, ternyata dia nggak kaget dan dia bilang dia emang udah lama tau. Dia bilang kalau dia mau ngejelasin sesuatu, tapi secara langsung di sekolah. Aku lega karna dia nggak marah, sekaligus bingung apa yang mau ia bicarakan.
Keesokan harinya, aku gak berani menatap wajahnya. Aku kira dia lupa kalau dia mau ngomong tapi ternyata gak lama kemudian (kayaknya atas paksaan irfan) akhirnya dia nyamperin aku terus ngajak aku ngobrol berdua. Dia ngejelasin alasan kenapa dia gak bisa. Dia cerita banyak hal, tapi yang paling aku inget kata-katanya dia: “Gue itu ibarat burung yang lagi terbang. Burung itu lelah dan di perjalanan dia menemukan sarang untuk singgah. Tapi entah kenapa burung itu malah terus terbang tanpa sedikitpun tergoda untuk singgah ke sarang tersebut.” Dari situ aku mengerti semuanya dan aku bisa terima. Dia juga bilang, “Kita masih tetep temen kan?” Dan tentu saja aku mengiyakan. Aku bener-bener gak nyangka kalau reaksi dia akan sebaik ini. Sekali lagi aku benar-benar lega semuanya udah jelas.
Setelah pengambilan rapor, kami libur kenaikan kelas. Di sela-sela liburan, kami menyempatkan diri untuk berkumpul bersama anak-anak Falseto (sebutan untuk kelas XI IPA 2). Kami mengadakan acara perpisahan kelas. Disini aku menyadari sikap fadlan yang berubah drastis. Dia benar-benar gak mau negur aku, apalagi ngajak ngobrol. Aku mencoba mengingat-ingat lagi, tapi yang ada di ingatan aku cuma sikap dia yang waktu itu masih baik-baik aja. Aku nggak ngerti kenapa dia jadi gitu. Sepulangnya dari acara itu, air mataku langsung tumpah mengingat sikap dia yang sangat dingin.
Dan sikapnya itu ternyata berlanjut sampai sekarang.
“I don’t know why I still can’t stop falling in love with someone who make me sad and let me down.”
Aku tidak peduli dengan sikapnya yang dingin.
Aku juga tidak peduli jika dia menganggapku tak pernah muncul dalam kehidupannya
Tapi satu yang pasti.
Perasaanku terhadapnya tak pernah berubah hingga detik ini.
Karena dia adalah orang pertama yang berhasil membuatku merasakan sesuatu yang sangat berbeda.
Sesuatu yang sangat sulit untuk dilupakan.
Sesuatu yang merubah hidupku menjadi lebih nyata…
“And sometimes, I wonder what was that thing that made me love you so deeply.”